Mudik kembali ke udik sungguh
membelenggu diri kedalam romantisme hidup yang sering kali melihat spion,
gambaran yang lalu masih di udik sana dalam kebersamaan. Mudik adalah sebuah. Ritual mudik selalu diawali dan diakhiri
dengan penuh perjuangan dengan bersusah payah. Tak jarang nyawa menjadi taruhannya untuk ritual
tersebut. Meski menanggung resiko
besar, ritual mudik selalu saja ramai dan menyenangkan untuk menyedot para perantau yang setia agar bersedia merefreshenergi yang kering kerontang seperti dimusim kemarau yang berkepanjangan akibat digilas putaran mesin waktu kehidupan yang terus berputar. Sebuah mesin raksasa yang menjadikan
manusia perantau bekerja bagaikan
mesin-mesin kecil yang dengan riuh rendah ‘memproduksi’ uang demi memenuhi
kehidupan sebuah mesin kecil
di tanah perantauan dengan menjual tenaga kejanya kepada pemilik modal (kapital).
Ritual mudik bukan saja terjadi
di Indonesia bahkan di China, Amerika Serikat, India pun terjadi ritual ini,
mudik sebuah ritual sebuah bangsa Indonesia yang terjadi dalam menyambut hari
raya Idhul Fitri bukan saja yang beragama Islam tapi semua orang merayakan ini.
Mudik atau pulang ke kampung halaman. Ritual yang mepertemukan pemudik dan
orang-orang yang tinggal di udik. Idhul Fitri adalah moment ritual ini di
jalankan kembali menjemput rasa kangen. Sebuah momen yang mempertemukan orang
tua, sanak saudara, teman dan lawan tanpa memandang jabatan, ras tau pun agama
yang ia anut. Di udik sana adalah sebuah tempat yang ingin melepaskan rindu
bertemu orang-orang yang lama tak bertemu di waktu selain di ritual mudik ini.
mudik di india foto:internet
Mudik sebuah ritual yang menjalin
silahturahmi tapi kini di rebut oleh kapitalisme sebagai sebuah ritual
konsumtif yang super gila sebagai ajang momentum pamer yang menggambarkan bahwa
dirinya sebuah modernitas yang terlalu dangkal. Membuat mata yang di udik silau
akan sebuah pameran konsumtif sebagai etalase pretise belaka. Mereka mepertanggung
jawabkan status social dari yang orang tuanya sebagai petani sebagai pekerja
yang sukses di perantauan yang merubah status sosialnya.
Mudik kini adalah sebuah hasrat akan sebuah
materi dan gengsi belaka. Itulah kapital (baca:modal) yang merebut ritual mudik
yang sebenarnya sesuatu yang sederhana yaitu berkumpul, menjalani hidup dengan
kesederhanaan dalam berpijak dengan bijak. Para pemudik adalah seperti kerbau
yang dicocok hidungnya oleh kapitalisme sebagai konsumtif yang setia yang di
sajikan oleh kapitalisme untuk menumpuk keuntungan dari para buruhnya yang
terjerat hasrat konsumtif ritual mudik yang tak terelakan.
UU September 2013
Komazine#16|hujan| Agustus 2014|bukan
untuk biadab
Minimalis : minimal ..efisien dan ekonomis, simple dan praktis
minin sesutu hal yang tak
maksimal ukuran terkecil dalam menciptakan hal yang maxsimal total menjadi
sebuah kesempurnaan.
minimalis Dia adalah yang serba terbatas dan praktis di katakan para
kaum postmodern merupakan sebuah padangan menghadap gelombang resesi ekonomi
global di tengah krisis yang membuat kapitalisme di tengah sekarat. Ketika neo-liberalisasi
gagal menyelamatkan kapitalisme dari krisis
yang di sebabkan oleh system
produksi yang over tak dapat di serap oleh konsumen dan pendapat untuk
pemenuhanan kebutuhan hidup.
Inflasi ekonomi adaptasi menjadi
sesuatu yang minimalis . Menari di atas kehidupan yang minim seperti upskrit
yang semakin minim semakin seksi dan menarik perhatian tapi tidak terlalu
seronok yang penuh estetika semata
bukanya fetis.
minimalis mengupayakan efektifitas dalam
menghadapi krisis dari kapitalis yang sekarat.
Mini itu adalah bentuk yang paling sederhana dan
ekonomis tetapi tak menyampingkan estetika.
Keadaan kaum minimalis yang
sanagat minim akan sebuah namanya sejahtera untuk mendapatkan pendidikan dan
kesehatan serta rumah yang sehat dan layak. Tekyan dan lumpen proletar
mengisyaratkan sebuah hidup yang minim dalam memenuhi kehidupan primer.
Minim di dalam hidup di era
kapitalisme yang sekarat, di atas sebuah petak kecil di tempat yang tak bertuan lahan sengketa atau pinggir kali
di bawah-bawah jembatan. Minimnya tindakan pemerintahan dalam mensejahterakan
tapi malah memusnahkan kaum urban dari perkotaan dengan operasi yusdisial yang di lakukan oleh apparatus Negara sebagai
alat penindasan terhadap rakyatnya sendiri yang semakin menjadi kaum minim yang tak
berpunya untuk menuntut hak sebagai warga Negara yang di akui ketika menjelang
pemilu.
Minimalis keterbatasan di dalam
sistem kapitalisme yang menatap kematiannya yang abadi. Minimalkan sebuah
keterbatasan yang berujung kepada kemaximalisasi perlawanan.
“Tari adalah lagu dari tubuh. Salah satu dari
sukacita atau rasa sakit.”
Saat
berjalan di tengah hari yang cukup panas tiba ada seorang melepar senyum dengan
rasa ingin tau dan cuman untuk bertanya jalan saja. Dan ternyata cukup lima
menit luangkan waktu kalian untuk tersenyum dengan orang lain atau sendiri di tempat
yang privat karena teringat sesuatu yang lampau jadi tersenyum sendiri, Tapi
senyum yang saya maksud bukanlah senyum-seyum sendiri tanpa ada sebab yang
jelas, nanti bisa-bisa disebut gila lagi hehhe.. Banyak loh rahasia serta
manfaat dibalik arti sebuah senyuman.Tapi senyum terus bikin gigi kering
dan smile’s you are became to crazy!!
Kalau
orang lagi falling love kebanyakan
tersenyum berseri-seri sendiri secara tak sadar, selalu terlihat ceria itulah
senyuman. Betapa pentingnya senyum kita ketika kita berjumpa salah seorang
kerabat atau klien walau mood kita lagi buruk sekali. Contohnya ketika kita
berjabat tangan hal yang tidak mungkin ketika kita berhadapan langsung dengan
seseorang tersebut bersikap atau menampakan wajah yang sangat asam memang kalau
senyum itu manis banget, apa lagi pas minum kopi di senyumin kakak yang cantik .
Banyak
juga orang yang salah mengartikan senyum tapi banyak juga yang beranggapan
bahwa senyuman mampu mencairkan suasana yang beku, apa lagi kalau tertawa
hahaha bisa cair banget yang tadinya suasana beku & kaku , jaim , galau semuanya
hilang seketika wkwkwkwk.
Mungkin
ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk bisa mencairkan suasana atau pun
suasini hahaha salah satunya seperti itu tadi tersenyum J.
Tidak akan pernah ada ruginya sebuah senyuman, apalagi jika senyuman yang kita
layangkan dibalas dengan senyuman kembali oleh orang yang kita tuju atau pun salah
kita tuju. Ada satu fakta lagi yakni dengan senyuman ternyata mampu membuat
diri kita tampak lebih muda jika dilihat manfaatnya dari sisi kesehatan.
Kalau
susah tersenyum kalau kata temen Gue, mendingan ganti tuh rok eh, rokok lo tuh
sama tobako atjeh yang membuat menjadi rileks and keep smiling ..yomaan.
Dimanapun dan kapan pun kita bisa saja tersenyum bahkan dengan seseorang yang
asing tak di kenal. Senyum pun bisa diartikan bentuk lain dari keramahan
seseorang, siapa yang tak mau bersahabat dengan seseorang murah senyum. Siapa
juga yang tidak menginginkan memiliki pasangan yang selalu membuat kita
tersenyum? Dari pada cemberut penuh emosi ahh teriaaak ah minta senyumannya,
senyum terus nanti di anggap gila loh, lalu kita kan bangsa yang ramah tamah.
Tapi ngak kelebihan kali senyumanya mbak nanti dianggap stress ..gila wkwkwkwk.
Tapi senyuman memang ajaib ini yang pernah gue alami pas naik bus nggak ada
uang, terus gue lempar aja senyum ke kenek terus udah tau deh numpang depan
lai. Ada lagi pas nih cerita Tante Gue, yang dapet pacar gara-gara salah lempar
senyuman ke orang cuma karena cemas menunggu jemputan. Apa lagi pas UTS,
lagi meras otak manggil memori di folder pengetahuan eh, tiba-tiba cewek di sebelah bangku senyum manis, menggoda eh
ujungnya minta jawabanya Gue kasih terus gue minta jalan bareng ah lumayan bisa
makan gratis siang ini.
Hahahaaaa
…Senyuman lebih banyak manfaat yang bisa kita rasakan. Kalau kata tetangga Paman saya yang mengutip sebuah hadis pula
mengatakan “ Senyum adalah ibadah” tuh kan betapa beruntungnya manfaat senyum…..
gue nulis ini karena terinsipiasi senyuman seseorang Ibu yang lagi menunggu
dokter dan untuk kemotrapy karena anak
perempuanya yang kecil itu menderita kangker darah tapi ia selalu tetap tegar
dan melempar senyum ketika semua orang di ruang tunggu ini bermuka tegang penuh
dengan kecemasan dan rasa bosan.
video ini teringat gambaran sekolah summerhill (sekolah anarkis) yang memberikan keleluasan peserta didiknya untuk beraktualisasi diri dan dalam relasi setara (equal) di pendidikan.. bebas tanpa kontrol penuh pendidik dibebaskan untuk belajar atau mangkir, dibebaskan untuk bermain selama mungkin yang mereka mau, bebas dari indoktrinasi agama, moral, politik dan pembentukan karakter.. melawan pendidikan konvensional yang cenderung istilah kerenya membentuk robot-robot terdidik dan di jadikan pekerja yang penurut terus dikontrol pemilik modal yeah. video yang menggambarkan pemberontakan pelajar atas pendidikan yang membeo.. patut untuk di contoh karena sekolah itu pembebasan yang membebaskan kita dan lainya.
"Siapa bilang bapak dari Blitar? Bapak kitaa dari Prambanan.
Siapa bilang rakyat kita lapar? Indonesia banyak makanan ...mari kita
bergemberia. Bergembira semua..." Bung Karno, bersuka ria –anti nekolim
Siapa bilang bapak dari Blitar ..ehh para tim penulisan
naskah pidato presiden sepertinya masih menjujung tinggi De-Soekarnoisasi jadi ingat enaknya jaman ku
kata para penguasa jaman dulu orde baru yang selalu saja meperbaharui dirinya makanya
selalu saja di sebut orde baru dan selalu saja wangi untuk di kenangnya.penuh
tipu muslihat belaka yang terasa baru sekarang menanggung hutang jamanmu
Soeharto.
Piye bro !! ..orak
enak jaman Mu A..Suharto kata seorang Pria separuh baya yang nampak bersemangat
dan tak kalah gaya perlente dengan generasi sekarang. Di awal bulan Juni yang
panasnya terobati dengan sedikit guyuran hujan membuat Jakarta membaui tanahnya
yang harum, bila tersiram air hujan.
Sepertinya Tak mau
kalah juga dengan anak muda yang terlihat memadati salah bagian plaza barat
senayan dengan slogan bela negaraaa.. dengan nafsu belanja ehh.. konsumtif
ploduk-ploduuk eits produk-produk dalam negeri. Ehh tapi nampak ironis juga di
sisi timur yang sepi pengunjung pada hal sama juga ploduk ehh produk Indonesia juga bro..haha. tapi
kenapa mesti dengan konsumtif padahal sudah mempunyai banyak pakaian hehehe
demi penumpukan kemakmuran modal borjuasi nasional.
Dan siapa bilang bapak dari Blitar? Bapak kami dari Lengkong
…siapa bilang rakyat kita lapar Indonesia banyak singkong, bro.. jadi ngak
perlu panik dengan isu beras plastik buatan pabrik, masih banyak beras buatan
petani lokal. Tapi bagaimkan nasib petani selalu saja di permainkan dengan
harga pupuk mahal dan hasil panen murah jadi teringat seorang petani yang
bernama Marhaen yang pada saat itu bertemu Soekarno . Marhaen adalah petani
yang mengerjakan sawah sendiri (warisan orang tua), memiliki alat produksi
(perkakasan kerja) sendiri , hasilnya untuk menghidupi diri sendiri/keluarga
sendiri (tak ada kelebihan produksi untuk di jual), tidak memperkerjakan tenga
orang lain dan mempunyai rumah gubuk sederhana milik sendiri. Kalau kata
Soekarno Marhean adalah
diskursus klas atau susunan sosial masyarakat Indonesia.
Akan tetapi istilah itu tidak sempit merujuk kepada golongan
petani saja. Di buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Bung
Karno mengatakan, ia menemukan istilah marhaen pada usia 20 tahun. Artinya, itu
terjadi kira-kira tahun 1921. Bung Karno juga menyebut “tukang gerobak” sebagai
marhaen. Sebab, si tukang gerobak punya alat produksi, tetapi tidak menyewa
pembantu (tenaga kerja) dan tidak punya majikan.
Ini tidak terlepas dari perkembangan kapitalisme di
Indonesia. Kata Soekarno, kapitalisme di Indonesia itu, yang dibawa oleh
kolonialisme Belanda, punya kekhususan. Apa kekhususannya?
Ketika Belanda hendak menancapkan kuku-kuku kolonialismenya
di Indonesia, negeri kincir angin itu masihlah terbelakang. Kalau kata Tan
Malaka menyebutnya “negeri tani dan tukang warung kopi yang kecil-kecil.” Jadi,
Belanda sendiri belum merupakan negara industrialis saat itu. Sangat berbeda
dengan Inggris, misalnya, yang sudah berkembang pesat sejak mengalami sebuah revolusi
industri.
Kolonialisme ala Belanda ini membawa dampak. Belanda datang
ke Indonesia berlagak sebagai saudagar. Apa yang terjadi sebenarnya! untuk
memaksakan monopolinya di Indonesia, VOC melakukan pemaksaan dan perampasan.
Mirip dengan sebuah system akumulasi primitif dalam masyarakat pra–kapitalis.
Merampas barang dagangan—khususnya
rempah-rempah–dan kemudian di jual di pasar internasional.
Di jaman cultural stelsel tetap saja begitu. Hanya saja, di
sini kapitalis Belanda sudah mulai menanamkan modalnya di Indonesia. Itulah
mengapa Bung Karno menyebut imperialisme Belanda itu sebagai “finance-capital”.
Namun, sebagian besar kapital itu jatuhnya di sektor
pertanian/perkebunan. Sebagian besar kapital Belanda itu—hampir 75%, kata
Soekarno—hanya menghasilkan onderneming-onderneming: onderneming teh,
onderneming tembakau, onderneming karet, onderneming kina, dan lain sebagainya.
Di Hindia-Belanda (Indonesia), kata Soekarno, yang dominan adalah kapitalisme
pertanian saja.
Perkembangan kapitalisme yang demikian, menurut Bung Karno,
tidak akan menghasilkan klas proletar murni. Hanya menimbulkan system kapitalisme
pertanian ini menghasilkan susunan sosial masyarakat paling banyak merupakan
kaum tani yang melarat.
Sudah begitu, kolonialisme Belanda tidak menghasilkan
konsentrasi dan pemusatan industri modern di kota-kota. Akibatnya, kota di
Indonesia tidak tumbuh sebagaimana layaknya kota-kota di Eropa. Hingga awal
abad ke-20, mayoritas rakyat Indonesia, yakni 70-80%, masih dan teringgal di
daerah pedesaan.
Ini berbeda dengan di eropa. Eropa benar-benar
terindustrialisasi. Terjadi konsentrasi dan pemusatan produksinya di kota-kota.
Ini malahirkan kaum proletar 100%
(murni). Bahkan, klas proletar tumbuh menjadi bagian terbesar di dalam
masyarakat.
Sudah begitu, kata Bung Karno, hasil produksi onderneming
itu dijual di eropa. Akibatnya: ini uang bekerja di Indonesia, menggaruk
kekayaan alam Indonesia, dan dibawa lari ke negeri Belanda untuk dijual di pasaran
eropa, mendapat untung di eropa, untung itu dibawa lagi ke Indonesia, ditanam
lagi Indonesia, untuk mengeruk habis kekayaan alam Indonesia..dan seterusnya
seperti lingkaran setan.
Karena kapital Belanda itu orientasinya hanya untuk ekspor
alias bergantung pada pasar eropa, maka politik kolonial Belanda di Indonesia
tak berkepentingan untuk meningkatkan daya beli rakyat Indonesia. Karena itu,
tidak pula berkepentingan meningkatkan pengetahuan rakyat Indonesia.
Ini sangat beda sekali dengan kolonialisme Inggris di India,
misalnya. Kapitalisme inggris, kata Bung Karno, lebih banyak ke perdagangan dan
pengambilan bahan baku. Imperialisme dagang ini memerlukan pasar. Maka,
imperialisme Inggris di India berkepentingan untuk tidak membunuh daya beli
rakyat India. Imperialisme Inggris juga membiarkan berdirinya sekolah-sekolah
dan Universitas. Lahirlah nama besar: Mahatma Gandhi, Das, Tagore,Tilak, Dr. C. Bose dan Dr. Naye.
Kepeloporan Klas Proletar
Dan inilah gambaran kelas sosial masyarakat Indonesia sebagai
Negara dunia ketiga perkembangan kapitalisme, tidak mengarah pada “Negara industri
yang modern”. Kini yang terjadi malah namanya neoliberalisme justru menciptakan
fenomena “deindustrialisasi”.
Di akhir rezim milireistik orde baru, struktur industri Indonesia
malah menghasilkan pabrik-pabrik yang meperkerjakan 500 orang atau lebih dan
hanya meyerap sepertiga dari total jumlah tenaga kerja. Sedangkan du pertiganya
malah terserap, bekerja di dalam industri skala menengah (20-99 pekerja),
sekala kecil (5-19 pekerja), dan rumah tangga (1-4 pekerja).
Kalau kita melihat data dari BPS, jumlah keseluruhan unit
usaha di Indonesia mencapai 51,262 juta. Dari total unit usaha tersebut,
terdapat 50,697 atau 98,9% adalah usaha mikro, 520.221 usaha kecil (1,01%),
39.657 usaha menengah (0,08%) dan hanya 4.463 usaha berskala besar (0,01%).
Artinya, 99,99% usaha di Indonesia itu
masuk dalam kategori usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Tak mungkin terelakan lagi perkembangan kapitalisme di
Indonesia meningkatkan apa yang disebut sektor informal. Statistik resmi
menyebut angka pekerja sektor informal di Indonesia mencapai 70% saja.
Kategori sektor informal adalah pedagang kaki lima,
perdagangan kecil, perajin kecil, dan pertanian dalam skala kecil. Ini meliputi
keseluruhan sektor perdagangan mikro (asongan, PKL, calo,pengamen dll),
Industri pengolahan mikro (industri rumah tangga, kerajinan, dll), dan
pertanian mikro (petani menengah, miskin, dan gurem).
Artinya, mayoritas rakyat Indonesia sekarang ini sebetulnya
adalah pemilik produksi kecil. Dan, sebagian besar mereka itu, adalah
orang-orang yang membuka usaha sekedar untuk survive atau bertahan hidup dari
gempuran neoliberalisme, hidupnya dalam keadaan koma antara batas kematian dan
kehidupan.
Dalam konteks kekinian istilah marhaen Bung Karno masih
relevan untuk keadaan masyarakat sekarang. Ia masih ampuh sebagai pisau analis
klas terhadap susunan sosial masyarakat di Indonesia. Dan juga masih efektif
sebagai teori politik dalam kerangka menarik sebuah partisipasi mayoritas
rakyat Indonesia ini, yakni kaum melarat dalam menuju masyarakat adil dan
makmur.