besok pagi
kita ke pabrik
kembali bekerja
sarapan nasi bungkus
ngutang
seperti biasa
kita ke pabrik
kembali bekerja
sarapan nasi bungkus
ngutang
seperti biasa
~ Wiji Thukul , 18 November 1996
Pada awal
mulanya, Mayday adalah hari rayanya kaum Pagan (penganut agama-agama kuno) di
Eropa. Setiap 1 Mei, kaum Pagan merayakannya sebagai hari pertama
berkecambahnya tanaman di musim semi. Masyarakat Celts dan Saxons kuno,
merayakan Mayday sebagai hari raya Beltane atau hari raya Api. Bel adalah Tuhan
Matahari bagi kaum Celtic. Tetapi, tidak ada yang menyimpulkan bahwa peringatan
Mayday di era modern ini, sebagai kelanjutan tradisi suku bangsa Celtic di
Kepulauan Inggris itu. Sejarah Mayday modern, adalah sejarah gerakan perlawanan
kelas pekerja terhadap penindasan kelas majikan/pemilik modal (baca kapital).
Perayaan
dimana hari lebaranya kaum buruh yang uniknya di Indonesia sebagai ajang silahturahmi
kalau May day pasti berramai-ramai bertemu di jalanan di tengah kota Jakarta. Peringatan
may day atau kata lainya hari buruh internasional selalu di rayakan di awal
bulan Mei , ini adalah tahun kedua 1 Mei di jadikan kembali sebagai hari libur
nasional di indonesia. Peringatan hari buruh internasional ini sendiri
dilatarbelakangi perjuangan kaum buruh di abad ke-19 untuk menuntut pengurangan
jam kerja menjadi 8 jam sehari. Pada abad tersebut, bekerja selama 18 sampai 20
jam sehari merupakan kenyataan yang harus dihadapi oleh kaum buruh.
Perjuangan menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam
sehari ini diawali oleh kaum buruh di Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Mei tahun
1886, puluhan ribu buruh di kota Chicago menggelar demonstrasi yang dalam waktu
beberapa hari berubah menjadi pemogokan umum hingga membuat puluhan ribu pabrik
terpaksa tutup.
Pada tanggal 4 Mei 1886, pemerintah merespon dengan
membubarkan paksa aksi kaum buruh dengan menembaki para buruh hingga
menimbulkan banyak korban buruh yang tewas tertembak. Insiden ini terjadi di
Haymarket, Chicago, yang kemudian menimbulkan reaksi protes keras dari kaum
buruh di negara-negara lain.
Setelah 129 tahun yang telah berlalu dari Peristiwa Haymarket, 1886.
Roda zaman terus putar. Modal
bertransformasi dalam berbagai bentuknya dan beranak-pinak tanpa mengenal
batas-batas negara. Modal besar mencaplok pemodal kecil. Kekayaan pun mengalir
dan terkonsentrasi pada hanya sekitar 1% penduduk dunia.
Sekelompok
kecil kelas kapitalis tersebutlah yang sekarang memerintah dunia, menjadikan
banyak tuan-tuan presiden dan para anggota parlemen, serta para kaum
intelektual menjadi agen langsung ataupun tidak langsung untuk mengekalkan
kepentingan mereka dalam mengakumulasi kapital(modal).
Pada
akhirnya, kemiskinan tetap merajalela, upah (daya beli) tidak berdaya terhadap
jumlah barang beredar, bumi tidak lagi tanah seindah impian. Masing-masing
orang berlomba-lomba dan saling berkompetisi untuk mengumpulkan uang,
mengutamakan dan mendewa-dewakan materi; terjebak commodity fetishism. Siapa
dapat dialah pemenang; Yang lain terhempas, adalah kesialan dalm sistem yang
memuakan ini (kapitalisme).
Negeri
dunia ketiga atau kata lainya negeri yang sedang berkembang kempis nyaris
sekarat dan hanya menjadi sapi perahan, nyaman terhisap sambil bermimpi hidup
bergaya seperti kelas pemodal dalam opera sabun mandi yang sudah tak lagi wangi.
Tunduk, tak bermartabat, mengidap inferiority complex. Sementara itu, kelas
kapitalis kecil dan menengah (borjuasi) harap-harap cemas dan terancam
bĂ ngkrut. Pilihannya menyerah pada tuan kapitalis besar, menjadi budaknya atau
melawan dan kemudian tergilas dan mati tanpa ada perlawanan... manusia
untuk menghapus penghisapan manusia atas manusia dan penindasan bangsa atas
bangsa. Tak ada perubahan suatu kaum tanpa kaum itu mau merubahnya.
Redaksi
Komazine 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar