Selasa, 16 Agustus 2016

Di depan pintu gerbang saja (bingung)



Namanya temanya saya Muhammad tapi Dia bukanlah seorang Nabi. Setelah lulus SMA dan tak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi karena biaya yang tak tergapai untuk mendaftarkan di menara gading itu. Tapi dia tak kalah dengan mahasiswa jurusan politik , dia adalah pengamat politik di warung kopi di belakang kampus dengan analisis pertentangan kelas yang di dapatnya dengan mengikuti organisasi sayap kiri yang berlandaskan pada saat itu sosdemkra. Walau pun di punya kesadaran kelas dia tak mau di sebut aktifis tapi lebih enak di sebut pemberontak , katanya “ sambil menyeruput kopi hitam”.

Ada pula pengamen bernama asli Wiski wah pasti Bapaknya gila miras nih. Dia tak mau lagi di sebut sebagai pengamen semenjak mengikuti kurpol organisasi , dia memilih di sebut sebagai lumpen proletariat yang katanya itu kelasnya hmm lebih keren dari pada di sebut ANJAL (anak jalanan). Anjal karena anjal sudah jadi brand imaj-nya Ali Topan yang sok menjadi anjal.

Muhammad dan Wiski dua orang dengan kesadaran kelas yang maju walau pun tak seberuntung Aku yang masih bisa melanjutkan ke menara gading.  Dan satu lagi di saat awal kuliah ketemu seorang mahasiswa yang cukup popular dan punya masa lalu keluarganya dengan partai terlarang walau pun itu dari garis keturunan Bapaknya tapi di menjadi seorang yang kritis dan berfilsafat, membuat orang yang berbincang-bincang denganya sampai lupa kalau waktu terkadang sudah hampir pagi. Tapi namanya sebut saja si A karena tak tau nama aslinya.

Kali ini Aku tidak menceritakan ketiga orang itu saat pertama Aku menginjak ke menara gading. Menjadi mahasiswa di tuntut untuk lulus empat tahun menjadi sarjana dan cepat kerja. Itulah impian idealnya tapi nyatanya setelah lulus dengan nilai yang lumayan  dan tak dapat pekerjaan dengan upah yang layak. Harus kerja kontrak kaya jaman kompeni kalau pada saat diskusi katanya ini adalah neokolonialisme , kita merdeka tapi kalau kata Soekarno baru cuma sampai di depan pintu gerbang waduh mana pintu gerbangnya banyak banget penjaganya, jadi suasah masuknya eeh yang di kasih masuk malahan orang asing yang siap untuk bersaing di era MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) asuu tenan bagaimana Aku bisa dapet kerja sudah kalah duluan mentalnya .. kalah sebelum bertarung karena masih dengan stigma mental inlander berengsek yang selalu saja di pupuk dan tumbuh subur sebagai mental kharakter bangsa Indonesia yang selalu saja menjadi budak di antara bangsa-bangsa walau kita mempaunyai sumber daya alam yang sangat kaya raya tapi cuman menjadi penontoh , yang benar menjadi penonton berarti sudah hidup berkecukupan bisa menonton.  Bukanya cuman menjadi pelengkap dari penindasan kapitalisme yang semakin kuat untuk mencengkram sebagai sebuah sistem yang ideal yang tak akan pernah bisa di gantikan. Tapi revolusi adalah mencipta menghancurkan sistem lama dan membangun sistem baru untuk masyarakat adil dan makmur!!

Aka mereka panggil namaku Januari 2016
di muat di komazine no.18 LIRIK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar